Setrategi Menghadapi
Profokasi Kaum Wahabi
Oleh: KH. Salim Asyhar Paciran
KH. Abdul
Fattah Marah Ketika Ke “NU” an santrinya diusik Orang. Kisah Mbah Zubair Umar
ketika mondok di Bahrul Ulum. Pada sa’at mbah Zubair Umar sekolah di Paciran Karangasem
bersama 3 (tiga) temannya dari Sendangduwur (mbah Syafi’i Ali, mbah Husnan
Mansur, Mbah Abdullah Ihsan/Pak Dulah). Mereka semuanya bersekolah dengan
pakaian seragam celana pendek (kathok biru
baju kuning) yakni seragam pandu HW, tetapi boleh tidak memakai seragam,
termasuk Mbah Zubair tidak pernah memakai seragam. Beliau selalu membawa sarung
yang dilipat dan dimasukkan kedalam celana pendek.
Ketika ada
rapat Masyumi di sebelah selatan pasar Blimbing, para murid diajak mendatangi
rapat tersebut dan mampir shalat Ashar di Dengok (masjid utara jalan),
anak-anak disuruh shalat dengan pakaian seragam celana pendek. Selesai shalat
mereka diceramahi oleh Pak Qur’ani Weru yang isinya antara lain: Kita mamang
tidak (dilarang) shalat dengan memakai celana pendek, sebab menurut Imam
Syafi’i aurat laki-laki itu: “ما بين السرّة والركبة, maka udel dan dengkul itu tidak termasuk
aurat. Apa lagi ada kata-kata “maa” maka hanya “maa” itu yang
harus ditutup. Sama halnya dengan kata-kata “Dengok adalah desa antara
Blimbing dan Paciran”. Jika ada pemilihan Kades Dengok maka orang Paciran
dan Blimbing tidak boleh ikut.
Ketika itu
Ustadz Fathur Rahman dari Sugihan dengan membawa kitab “Al Um”, ia
berkata bahwa Imam Syafi’i mengatakan وَيَكْرَهُ
بِمُؤَذِّنٍ غَيْرِ وَاحِد ini diartikan: “Imam
Syafi’i tidak setuju jum’atan dengan adzan dua”. Kira-kira dia tidak faham
bahwaمُؤَذِّنٍ itu mestinya bukan pekerjaan adzan, melainkan
orang yang adzan, sebagaimana praktik di Masjidil Haram, dulu ada empat menara,
setiap menara ada yang adzan (bergantian).
Sejak itu Mbah Zuber tidak kerasan sekolah di Karangasem. Sering mbolos
dan mengajak 3 (tiga) orang temannya tersebut untuk mbolos. Kiai Ridlwan datang
ke rumah orang tua Mbah Zubair dan bertanya: “Mengapa mbolos?”.
Mbah Zuber
lalu mengajak 3 (tiga) temannya untuk mondok. Mbah Syafi’i Ali
dan Mbah Abdullah Ihsan ke Langitan, dan beliau bersama mbah Husnan Mansur ke
Rejoso Peterongan, tidak lama kemudian Yai Baqir Adlan nyusul dan mengajak
keduanya pindah ke Tambakberas.
Di Sendang Masyumi dipimpin oleh orang-orang yang dipenga-ruhi oleh
faham-faham yang tidak seperti dulu, mereka semua sudah tidak mau selamatan dan
tahlilan.
Pada suatu
hari, Seorang pengurus Masyumi kirim surat kepada mbah Zubair yang masih mondok
di Tambakbersa, isi suratnya berbunyi: “Kowe pok mulih, yu Bik (mbah Robi’ah
kakak mbah Zuber, istri KH Muhtadi) kandani ojo gawe slametan 1000 dinane K.
Muhtadi, mergo wong Sendang wes gelem tak jak gak slametan. Surat iki aturno
nang Kiamu. Takokno, koyo opo hukume nylameti mayit.” (Kamu pulanglah, Mbakyu
Bik bilangi jangan membuat selamatan 1000 harinya K. Muhtadi, Sebab orang
Sendang sudah mau saya ajak tidak selamatan. Surat ini haturkan pada Kiaimu,
Tanyakan, Bagimana hukum menyelamati orang mati)”.
Surat dihaturkan kepada Mbah KH Abdul Fattah Hasyim. Beliau membacanya
lalu menangis, marah, dan bilang: “Ini Wahabi. Pulanglah dan mampir ke rumah
KH Abdul Karim Gersik.. Bilangi beliau”. Sampai di Gersik, Mbah Zubair
haturkan surat itu kepada KH. Abdul Karim. Setelah membaca, KH Abdul Karim
bilang: “Yo, aku sisok tak nang Sendang karo Yai Sholeh (Ya , besuk saya ke
Sendang dengan K. Soleh)”.
Mbah Zubair pulang, disambut oleh mbah K. Hasan, dan tokoh-tokoh
Masyumi. Mereka bertanya kabar, lalu dibilangi bahwa besuk Yai Abdul Karim akan
datang di Sendang. Mereka agak kecewa dan penuh tanda tanya.
Betul sekali
mbah Yai Sholeh dan Yai Abdul Karim hadir dengan 2 (dua) dokar yang dipenuhi
dengan beras dan lauk pauk serta ikan bandeng untuk acara slamatan 1000
(seribu) harinya mbah KH Muhtadi bin Mushthofa.
Mbah Zubair kembali ke Tambakberas dan tokoh-tokoh Sendang bergolak
mendirikan Jam’iyah NU Ranting Sendang, lalu tokoh-tokoh kota Lamongan bergolak
pula mendirikan Jam’iyah NU Cabang Lamongan. SubhanAllah. Semoga
Riwayat-riwayat ini semua bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar