Senin, 01 Mei 2017

Mengenang KH. Abdul Fattah Hasyim Idris

Setrategi Menghadapi Profokasi Kaum Wahabi
Oleh: KH. Salim Asyhar Paciran
     KH. Abdul Fattah Marah Ketika Ke “NU” an santrinya diusik Orang. Kisah Mbah Zubair Umar ketika mondok di Bahrul Ulum. Pada sa’at mbah Zubair Umar sekolah di Paciran Karangasem bersama 3 (tiga) temannya dari Sendangduwur (mbah Syafi’i Ali, mbah Husnan Mansur, Mbah Abdullah Ihsan/Pak Dulah). Mereka semuanya bersekolah dengan pakaian seragam celana pendek (kathok biru baju kuning) yakni seragam pandu HW, tetapi boleh tidak memakai seragam, termasuk Mbah Zubair tidak pernah memakai seragam. Beliau selalu membawa sarung yang dilipat dan dimasukkan kedalam celana pendek.
     Ketika ada rapat Masyumi di sebelah selatan pasar Blimbing, para murid diajak mendatangi rapat tersebut dan mampir shalat Ashar di Dengok (masjid utara jalan), anak-anak disuruh shalat dengan pakaian seragam celana pendek. Selesai shalat mereka diceramahi oleh Pak Qur’ani Weru yang isinya antara lain: Kita mamang tidak (dilarang) shalat dengan memakai celana pendek, sebab menurut Imam Syafi’i aurat laki-laki itu: ما بين السرّة والركبة, maka udel dan dengkul itu tidak termasuk aurat. Apa lagi ada kata-kata “maa” maka hanya “maa” itu yang harus ditutup. Sama halnya dengan kata-kata “Dengok adalah desa antara Blimbing dan Paciran”. Jika ada pemilihan Kades Dengok maka orang Paciran dan Blimbing tidak boleh ikut.
     Ketika itu Ustadz Fathur Rahman dari Sugihan dengan membawa kitab “Al Um”, ia berkata bahwa Imam Syafi’i mengatakan وَيَكْرَهُ بِمُؤَذِّنٍ غَيْرِ وَاحِد ini diartikan: “Imam Syafi’i tidak setuju jum’atan dengan adzan dua”. Kira-kira dia tidak faham bahwaمُؤَذِّنٍ  itu mestinya bukan pekerjaan adzan, melainkan orang yang adzan, sebagaimana praktik di Masjidil Haram, dulu ada empat menara, setiap menara ada yang adzan (bergantian).
     Sejak itu Mbah Zuber tidak kerasan sekolah di Karangasem. Sering mbolos dan mengajak 3 (tiga) orang temannya tersebut untuk mbolos. Kiai Ridlwan datang ke rumah orang tua Mbah Zubair dan bertanya: “Mengapa mbolos?”.
     Mbah Zuber lalu mengajak 3 (tiga) temannya untuk mondok.  Mbah Syafi’i Ali dan Mbah Abdullah Ihsan ke Langitan, dan beliau bersama mbah Husnan Mansur ke Rejoso Peterongan, tidak lama kemudian Yai Baqir Adlan nyusul dan mengajak keduanya pindah ke Tambakberas.
     Di Sendang Masyumi dipimpin oleh orang-orang yang dipenga-ruhi oleh faham-faham yang tidak seperti dulu, mereka semua sudah tidak mau selamatan dan tahlilan.
     Pada suatu hari, Seorang pengurus Masyumi kirim surat kepada mbah Zubair yang masih mondok di Tambakbersa, isi suratnya berbunyi: “Kowe pok mulih, yu Bik (mbah Robi’ah kakak mbah Zuber, istri KH Muhtadi) kandani ojo gawe slametan 1000 dinane K. Muhtadi, mergo wong Sendang wes gelem tak jak gak slametan. Surat iki aturno nang Kiamu. Takokno, koyo opo hukume nylameti mayit.” (Kamu pulanglah, Mbakyu Bik bilangi jangan membuat selamatan 1000 harinya K. Muhtadi, Sebab orang Sendang sudah mau saya ajak tidak selamatan. Surat ini haturkan pada Kiaimu, Tanyakan, Bagimana hukum menyelamati orang mati)”.
     Surat dihaturkan kepada Mbah KH Abdul Fattah Hasyim. Beliau membacanya lalu menangis, marah, dan bilang: “Ini Wahabi. Pulanglah dan mampir ke rumah KH Abdul Karim Gersik.. Bilangi beliau”. Sampai di Gersik, Mbah Zubair haturkan surat itu kepada KH. Abdul Karim. Setelah membaca, KH Abdul Karim bilang: “Yo, aku sisok tak nang Sendang karo Yai Sholeh (Ya , besuk saya ke Sendang dengan K. Soleh)”.
     Mbah Zubair pulang, disambut oleh mbah K. Hasan, dan tokoh-tokoh Masyumi. Mereka bertanya kabar, lalu dibilangi bahwa besuk Yai Abdul Karim akan datang di Sendang. Mereka agak kecewa dan penuh tanda tanya.
     Betul sekali mbah Yai Sholeh dan Yai Abdul Karim hadir dengan 2 (dua) dokar yang dipenuhi dengan beras dan lauk pauk serta ikan bandeng untuk acara slamatan 1000 (seribu) harinya mbah KH Muhtadi bin Mushthofa.

     Mbah Zubair kembali ke Tambakberas dan tokoh-tokoh Sendang bergolak mendirikan Jam’iyah NU Ranting Sendang, lalu tokoh-tokoh kota Lamongan bergolak pula mendirikan Jam’iyah NU Cabang Lamongan. SubhanAllah. Semoga Riwayat-riwayat ini semua bermanfaat. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Peringatan Haul KH. Abdul Fattah Hasyim Ke 36 & Ny. Hj. Musyarrofah Bisri Ke 4, Pertemuan Alumni Besuk Pada Hari Kamis, 21 Maret 2013